Muamalah

Muamalah

Portal Islam

Mar 29, 2024
Otomatis
Mode Gelap
Mode Terang
Breaking

[Trial and Error]: Pengalaman Admin Ketika Masuk ke 'Lingkaran' Bisnis yang Salah

Kesalahan terbesar dalam menjalankan bisnis terkadang ada juga yang terletak di awal sama sekali. Hal yang dimaksud adalah, ketika kita salah dalam menggunakan mindset, sehingga memutuskan untuk menjalankan bisnis tanpa riset dan perhitungan yang matang. Alhasil, bisnis yang dijalankan sulit bersaing, melelahkan, tidak efektif dan tidak efisien. Sementara hasilnya tak sesuai harapan.

Hal seperti itu juga pernah dialami admin blog onlenpedia.com, ketika memulai ‘lingkaran’ bisnis yang ternyata salah.
Seperti apakah kisahnya?
Ilustrasi dari Pixabay
Bagi yang ingin memulai bisnis, jangan pernah sekalipun mengandalkan ‘insting’. Ingat, insting hanyalah bisikan dari hati yang belum tentu hasilnya sesuai dengan yang dibayangkan. Alangkah baiknya, agar memulai bisnis dengan riset data, agar langkah yang kita lakukan tidak sia-sia.
Beberapa tahun yang lalu, admin pernah menjalankan bisnis di bidang konveksi — tepatnya bisnis sablon kaos. Waktu itu admin menjalankannya tidak sendiri, melainkan bersama beberapa rekan. Dalam menjalankan bisnis tersebut, sebenarnya admin masih berstatus sebagai karyawan di sebuah perusahaan otomotif. Namun, karena tak sabar ingin memulai bisnis — admin pun join dengan teman-teman untuk menjalankan bisnis sablon tersebut.
Mengapa admin menjalankan bisnis di bidang sablon?
Jawabannya, karena admin dan rekan-rekan berfikir bahwa bisnis sablon pakaian sangat dibutuhkan orang-orang. Berfikir di sini bukan berdasarkan riset (pasar, persaingan, selera, harga, dll), melainkan berdasarkan insting. Ketika insting sudah menguasai hati, maka hati pun mengikuti apa kata insting. Alhasil, bisnis pun jalan dengan rasa penuh percaya diri dan yakin PASTI sukses.
Bisnis pun jalan, yakni dilakukan di rumah seorang teman — dengan peralatan yang dibeli secara patungan. Bisnis dijalankan setiap hari sepulang kerja (sore sampai malam) dan hari Minggu (pagi sampai malam). Tak ada waktu lagi untuk bersantai (sepulang kerja), lantaran bisnis tersebut.
Sangat melelahkan bukan?
Lalu bagaimana hasilnya?
Pesanan memang datang, tapi kebanyakannya sablon satuan dengan desain yang berbeda-beda. Dalam dunia sablon, hal seperti ini cukup melelahkan — karena desain dikerjakan satu persatu — satu kaos = satu desain. Sementara itu, laba yang didapat berkisar antara 20-40 ribu perkaos.
Yang bikin miris, untuk produksi 1 desain saja memakan waktu nyaris seharian. Dan laba yang didapat harus dibagi-bagi ke 4 orang yang menjalankan bisnis (termasuk admin).
Hal itu terus berjalan, dapat order — kerjakan seharian, dan seterusnya. Dalam seharian semalaman, paling banyak kami mampu menyelesaikan 5 desain. Laba yang didapat berkisar antara 100-200 ribu dari 5 kaos tersebut. Namun hal itu belum dikurangi dengan kaos yang gagal sablon, kerusakan frame, cat yang kering dan lain sebagainya. Dan order pun tak setiap hari datang — ada kalanya cuma 1 kaos perhari, bahkan ada juga yang nihil.
Setelah 2 bulan berlalu, admin pun merasa lelah dan menyatakan untuk mundur. Hal itu admin lakukan, setelah salah satu rekan menyatakan mundur terlebih dahulu. Admin mulai menyadari bahwa admin sudah masuk di ‘lingkaran’ bisnis yang salah. Daripada masuk lebih jauh lagi dan tak bisa keluar, lebih baik admin keluar saat itu juga.
Tak lama kemudian, bisnis pun bubar, meski ada 1 yang masih aktif menjalankan. Ketika hasil keuntungan dibagikan, justru tak balik modal. Yang didapat adalah rasa lelah dan capek. Meski begitu, ada hal berharga yang didapat, yaitu pengalaman, trial and error.
(Sekadar informasi, teman admin yang masih aktif menjalankan bisnis itu — kabarnya sudah lama berhenti dan berganti dengan bisnis yang lain. Artinya bisnis sablon kaos memang tak cocok dijalankan di kota kami).
Jadi pelajaran apa yang didapat dari pengalaman admin di atas?
Menurut admin, ada beberapa hal yang ditemukan selama menjalankan bisnis tersebut, antara lain:
1. Jangan pernah join, karena ada kemungkinan perbedaan visi di kemudian hari. Di sana admin sebenarnya memiliki visi membuat merk kaos sendiri, yaitu Gaban (Galau Banjar), dengan desain ala Dagadu (Yogya) namun dengan bahasa dan ciri khas Banjar. Sayangnya, rekan admin justru memilih menerima job dari orang lain — sehingga admin tak memiliki kesempatan untuk membangun brand sendiri (Gaban).
2. Bisnis sablon kaos tak terlalu populer di kota tempat tinggal admin, yaitu di Banjarmasin. Tapi belum tahu di kota lain seperti apa pangsa pasarnya.
3. Biaya produksi besar, lantaran semua bahan harus di’impor’ dari pulau Jawa, baik alat sablon, kaos polos, cat dan lain sebagainya. Seandainya admin tinggal di pulau Jawa, mungkin hasilnya akan beda.
4. Harga. Biasanya orang-orang di kota Banjarmasin menyukai sesuatu yang murah, jadi kalau kami menjual dengan harga murah — maka keuntungan akan sangat sedikit. Hal tersebut tak sesuai dengan rasa lelah, durasi pengerjaan, kerugian hasil sablonan yang rusak, pembagian hasil dan lain sebagainya.
5. Persaingan. Di kota Banjarmasin sudah banyak penyablon dengan skill yang bagus dan peralatan yang lengkap, sementara permintaan pasar sedikit. Alhasil persaingan sangat ketat dan sulit mendapatkan pelanggan yang banyak.
6. Pengecualian untuk jasa sablon di musim pemilu, atau musim anak sekolah, mungkin hasilnya akan lebih baik. Tapi bidang yang kami ambil adalah sablon kaos distro, jadi omset tak besar. Meski begitu, persaingan sablon untuk seragam olahraga anak sekolah juga sangat ketat. Modalnya pun lebih besar.
7. Sifat pakaian tak seperti makanan. Orang nyablon baju tidak setiap hari, melainkan setiap 6 bulan atau 1 tahun. Seandainya bisnis di bidang makanan, maka perputaran bisnis akan lebih cepat.
8. Di Banjarmasin, pakaian distro yang sudah jadi lebih diminati ketimbang pakaian polos yang di sablon terlebih dahulu.
9. Tidak efektif dan tidak efisien. Seharusnya bisnis pakaian ini lebih baik sebagai perantara/distributor, ketimbang memproduksi/menyablon sendiri. Hal itu disebabkan karena menjadi distributor hanya fokus di pemasaran saja, produksi bukan urusan distributor.
10. Kurangnya riset atas poin 1-9 yang sudah dijelaskan di atas. Seandainya mengandalkan riset — bukan insting — mungkin admin akan menjalankan bisnis lain yang lebih cocok untuk pangsa pasar di Banjarmasin.
Intinya ke 10 poin di atas admin anggap sebagai ‘guru paling berharga’ yang akan selalu admin ingat, agar bisa dijadikan bahan pembelajaran.
Lalu bisnis apa yang sekarang dijalankan oleh admin?

Setelah memutuskan resign di bulan Januari 2015, admin pun nekat memulai bisnis online dari 0 sama sekali. Bahkan modal pun sangat minim (gaji terakhir di bulan Desember 2014), tabungan minim, namun sudah punya laptop dan modem.

Tapi, sebelum memulai bisnis online — admin sudah riset data, bahwa pengguna internet akan terus melonjak — dan pangsa pasar bisnis online sangat luas (sampai mancanegara).

(Untuk bisnis online ini akan admin jelaskan suatu saat nanti, apabila penghasilan admin sudah mencapai puluhan juta perbulan. Saat ini, penghasilan admin baru jutaan saja perbulan, hehehe)..
Sekian dahulu artikel dari admin mengenai pengalaman masuk ke ‘lingkaran’ bisnis yang salah. Semoga pengalaman ini bisa memberikan masukan bagi sobat yang masih ragu dalam menjalankan bisnis. Jangan lupa, sebelum berbisnis — lakukanlah riset, dan hindari penggunaan ‘insting’ dan perasaan.
Salam sukses!

Comment

Your email address will not be published

There are no comments here yet
Be the first to comment here