Muamalah

Muamalah

Portal Islam

Mar 19, 2024
Otomatis
Mode Gelap
Mode Terang
Breaking

[Opini] Menikah Sesudah Mapan, Atau Menyegerakan Untuk Menikah?

Kali ini saya akan berbagi opini khusus untuk para pria. Temanya adalah ‘menikah sesudah mapan, atau menyegerakan untuk menikah?’

Seperti apakah opini saya mengenai ‘study case’ di atas?
Nikah dulu, atau sukses dulu? / via Pixabay
Pentingnya menikah

Menikah tentu saja sangat penting. Selain untuk meneruskan keturunan, seorang istri bagi pria nantinya akan menjadi bidadari surga baginya. Konon, bidadari surga ‘berupa’ istri jauh lebih ‘memuaskan’ ketimbang bidadari lain (yang non istri). Jadi, pasangan yang kita dapat di dunia — akan jadi pasangan kita di surga nantinya.
Menikah memang penting, namun bukan berarti harus ‘cepat-cepatan’ alias tergesa-gesa. Apabila kita belum siap, maka jangan paksakan diri untuk menikah.
Namun, ada pendapat lain yang mengatakan bahwa ‘menyegerakan menikah itu lebih baik, agar terhindar dari dosa’. Pendapat tersebut juga tidak salah, khususnya bagi mereka yang sudah punya pacar / tunangan.

Pentingnya kemapanan

Seberapa pentingkah kemapanan dalam kehidupan?
Bagi saya pribadi, kemapanan adalah sesuatu yang cukup penting. Mapan sendiri memiliki banyak arti, bukan hanya dari segi perekonomian — tapi juga kematangan sikap, pondasi agama yang kuat, dan kesiapan dalam membangun rumah tangga. Semuanya juga memiliki level ‘mapan’.
Untuk konteks di artikel kali ini, kemapanan ditujukan khusus untuk kategori perekonomian. Menurut saya, mapan dari segi ekonomi sangatlah penting. Anda harus memiliki ‘target mapan’ di usia tertentu, agar rencana-rencana anda bisa terpenuhi. Selain itu, kemapanan juga bisa memberikan kebahagiaan bagi orang-orang terdekat anda. Dalam hal berumah tangga, kemapanan seorang pria bisa membuat rumah tangga bertahan lebih lama.
Trust me!


Baca juga:

Mana yang harus didahulukan?
Mana yang harus didahulukan, mapan dulu — atau menikah dulu?
Ada versi yang menyebut bahwa — lebih baik mapan dulu baru menikah, kemudian ada juga pendapat lain yang mengatakan bahwa “menyegerakan menikah itu lebih baik, agar terhindar dari dosa”. Sebenarnya kedua pendapat di atas bukanlah pendapat yang salah, karena situasi dan pemikiran orang-orang berbeda-beda. Namun kalau anda bertanya opini saya, maka saya akan memilih opsi yang pertama — yakni ‘lebih baik mapan dulu baru menikah’.

Mengapa demikian?

Begini.

Saya selalu melihat sesuatu berdasarkan riset, bukan insting / naluri. Saya melakukan riset tak perlu jauh-jauh, cukup melihat di sekitar saya saja — seperti kerabat ataupun tetangga.

Berdasarkan riset saya, 90% wanita yang sudah menikah — hidupnya tidak bahagia apabila perekonomian suaminya pas-pasan. Mereka tampak tidak bersemangat, berwajah suram, cepat tua, dan kerap mengeluh dihadapan banyak orang (tanpa sepengetahuan suami). Sebaliknya, wanita yang bersuami mapan — rata-rata hidupnya bahagia, sering tersenyum, bermuka cerah, tampak awet muda, dan selalu memuji sang suami dihadapan banyak orang (juga tanpa sepengetahuan suami).

Riset yang saya lakukan di atas berdasarkan pasangan yang menjalani hidup bersama di atas 10 tahun. Jadi, saya menyimpulkan — yang awalnya ‘cukup cinta bisa bikin bahagia’, akhirnya mengerti bahwa ‘cinta tidak bisa memberi makan, apalagi membeli sesuatu yang diinginkan’. Dan bagi mereka yang ‘menikah sesudah mapan’, tampak kebahagiaan selalu mewarnai hari-hari mereka.

Memang betul, pasangan muda yang menjalin kasih, hingga tunangan, dan akhirnya menikah — memang tak terlalu mementingkan uang. Ketika hidup bersama, dunia terasa milik berdua, dan suka duka akan dihadapi bersama (pada awalnya).

Sayangnya, realita hidup tak seperti drama Korea ataupun drama India — di mana di kehidupan nyata — kebutuhan hidup terus meningkat, dan ‘cinta tak bisa memenuhinya’.

Pada akhirnya, pasangan (yang awalnya) ‘mengatasnamakan cinta untuk hidup bersama (meski hidup pas-pasan)’, seiring waktu berjalan — mempunyai anak, kebutuhan meningkat, dan harga-harga kebutuhan hidip pada naik, ‘kesucian cinta’ pun bisa memudar.

Seringnya terjadi pertengkaran, perselingkuhan, hingga perceraian — sebagian besar disebabkan oleh perekonomian yang pas-pasan. Jadi, mereka pun mulai sadar bahwa ‘cinta tidak bisa memberi makan’, karena ‘cinta sejati hanya ada di negeri dongeng’.

Sayangnya, semua sudah terlambat! Kesadaran itu muncul, setelah bertahun-tahun berjalan dalam ‘cinta sejati’ yang ternyata ‘tak bisa memberikan kebahagiaan’. Alhasil, hidup dalam ketidakbahagiaan di masa tua, di mana perceraian bisa terjadi kapan saja — dan indahnya cinta berubah 180 derajat menjadi suramnya kebencian.


Apakah itu yang anda inginkan?


Baca juga:



Itulah dia sedikit pemaparan tentang opini saya mengenai ‘menikah sesudah mapan atau menyegerakan untuk menikah?’ — dan saya pun memilih untuk ‘mapan dulu baru menikah’. Ingat, tulisan di atas hanya opini dari saya dan bukan sesuatu yang bersifat mutlak.

Apabila anda ingin mendahulukan menikah, itu semua terserah anda. Yang pasti, anda harus berfikir ke depan — ‘kalau hidup anda pas-pasan, bagaimana anda bisa membahagiakan pasangan dan buah hati anda kelak?’

Mohon resapi dengan bijak!



Comment

Your email address will not be published

There are no comments here yet
Be the first to comment here